Minggu, Mei 16, 2010

Gigi kelinci, dan akupun hening..

Sepasang gigi kelinci dipagi hari, menemani lamunanku yang datar.

Berbagai makna yang ku tak bisa, ku tak mampu, ku tak sanggup, ku tak kuasa dan tak sempat ku genggam.


Dan terukir kisah sedih diantara harapan yang meninggi.


Sampai air mata tak meragu untuk meluap.


Memang telah hilang.


Hingga suatu saat, awan tak lagi mungkin menggambarkan senyumannya.


Sekejap akupun hening...

Kekejianku pada Tuhanku.

Renungan yang wajib untuk aku renungkan.

Kesadaran yang seharusnya aku menyadari sejak kedewasaan bersemayam pada diriku.


Adalah tentang kekejian.


Kekejian yang aku baru mengenalnya saat ini.


Kekejian itu adalah sebuah rasa tidak bersyukur yang sering ku lakukan dalam sikap serta ucapan.


Telah merusak setiap amal perbuatan yang terlaksana dan mengkhianati zikirnya alam semesta pada Sang Pencipta.


Kekejian itu telah mengotori langkahku sebagai khalifah di bumi.


Apa yang ku peroleh, dahulu dan saat ini adalah kepastian, kesempurnaan yang tak akan bisa diubah, kasih sayang yang teramat besar dari Sang Pencipta.


Sekalipun ketika duri menusuk kaki dan tajamnya pisau mengiris jari hingga berdarah dan menangis, itu semua atas ijin dan kasih sayangNya kepadaku.


Bagaimana rasa sakitnya mengarahkan aku pada pernyataan bahwa aku bukan siapa-siapa dan tak akan mampu membendung air mata yang memang seharusnya mengalir.


Betapa aku tak ingin meminta lebih dari apa yang aku peroleh, tak ingin memaksakan harapan yang tak sesuai dengan jati diriku.


Tak ingin menjadi budak dari kekejian yang akut, pada penempatan takdir yang ku paksakan dan aku tak bisa mengembannya.


Maka bersyukurlah pada apa yang aku dapat, jalani dan berikan yang terbaik.


Buatlah Tuhan bangga karena telah bertugas dengan baik sebagai khalifah.


Jangan sesekali memikirkan emas dan perak.


Jangan sesekali memimpikan mahkota yang berkilauan.


Jangan pernah meminta pada Tuhan untuk memberikan seisi dunia padaku.


Katakanlah "Aku minta yang terbaik yang menurut Engkau baik untukku". Walaupun itu hanya sepiring nasi, walaupun itu hanya selembar uang kertas yang tak seberapa nilainya, walaupun itu rasa kantuk yang menyapa ketika ku masih ingin beraktifitas.


Itu dari Tuhan ku, jangan ku ingkari dengan kekejian yang akan menyakiti zikir-zikir seisi alam semesta dan menampar yang Maha Agung.


Wajar apabila ku menangis karena ini, adalah kesalahanku karena keji pada Tuhanku sendiri.

langkah sang Penyair

Selamat datang ketidaktahuan

Bergeming dirangkaian nurani, tak karuan


Terlalu dangkal ku telusuri kalam yang tertuang di langit dan bumi


Selalu merasa esa, batin yang tandus



Menghapus makna yang sekian panjang ditelusuri


Memapah pemikiran yang cemerlang


Untuk itu aku susun larik yang terjal



Maka jangan mengungkap yang bukan cerita


Kemudian tidak menutup yang seharusnya terlupa


Biar semua pada tempatnya, pada pesona dan keingintahuan



Terlalu luas samudera untuk ku telusuri, dengan perahu tanpa kayuh


Aku tak akan sanggup berlayar dengan kegelisahan



Namun akan ku terobos padang pasir, karena memang aku mampu


Biar ku serap teriknya mentari yang menampar, karena memang aku tahu


Dan untuk itulah aku dilahirkan ke bumi



Seorang penyair yang percaya pada langkah-langkahnya


Selamat datang ketidaktahuan

Gombal sang suami..

Menggenggam tanganmu dalam jeruji yang sempit.

Meskipun sesak, aku tetap cinta di perumpamaan.


Sakit yang membuai.


Ku tularkan wabah kerinduan, kasih sayang, kelembutan dan cinta.


Pasti kau akan bahagia ketika menderita penyakitnya, hingga menangis di pangkuanku.


Kemudian tertawa lepas dan bersahaja.



Seorang suami yang menggombal kepada isteri yang dicintainya.


Seorang suami yang tak sanggup untuk melepaskan kecupan dari kening isterinya.


Seorang suami yang selalu merindu dalam detik-detik nafasnya.



Bosan kau mendengar kata rindu dariku, tapi selalu kau peluk tubuhku dalam dinginnya malam.


Memang bosan yang berbohong, dan membuatku tersenyum di setiap menggombal padamu.



Aku rasa, aku pantas untukmu,


dan kau terbaik untukku.



Di bingkai yang sederhana, ada wajah bahagia.


Kau di sini, menemani dalam hening.


Jangan percaya dan tak bisa menyangkal, aku ketuk hatimu.


Seorang suami yang menggombal kepada isterinya.


Aku rindu kamu, sayang.

Ilalang yang lekang

Tak seperti padi..


Sebuah ilalang yang terus menerus tinggi, tak merunduk, congkak.



Tidak kah dia tahu, syetan telah merasukinya.



Sekumpulan jin jahat berbaris di belakang jasadnya yang pendek.



Alam telah bersaksi tentang satu hal, ke-Esaan Tuhan yang Maha Agung.



Maka, sastra menjadi ungkapan yang pantas atas kelamnya dunia.



Belum lah terucap sebuah kalimat syakral, namun saling berjanji sehidup semati.



Tidak lah itu pasti, dan hanya buaian yang nyata.



Hingga tiba saatnya, syetan dan para jin yang jahat akan berkhianat dan menjatuhkan ulah mereka.



Ilalang, tak sedap dipandang mata meskipun hijau.



Congkaknya menggeroti hijau yang terhina.



Keringatmu tercipta dari emosi langit dan bumi.



Mentari dan bulan tak bisa berkedip dari tingkah mu.



Halus yang bergerigi, menyakiti lunaknya sepiring nasi.



Tanpa cahaya, jalan mu genap menopang beban yang berat.



Sungguh kini tak ada elok.



Sangat malang nasib perawan di seberang lautan, kesetiaan mu adalah emas yang kau ukir.



Do'aku untuk mu, aku dan tercinta akan datang ke pulau tempat kau tinggal.

Special One....

Tak seindah lagu cinta, tapi senikmat menatap mentari senja.

Kau tersenyum di pagi, siang, dan malam-malam ku.


Kau sajikan kehangatan di relung hati yang terdalam.


Aishiteru....

Hai gadis...

Hai gadis..

Kau bukan segalanya..


Kau bukan langit..


Sekalipun kau itu langit, masih ada

langit di atas mu.
Kecantikanmu ada dari hati dan
ucapanmu.

Takkan terlihat dari parasmu yang jelita,

itu semu.

Jangan sakiti dirimu dengan amarah

yang tak pantas dan merusak parasmu.

Itu saja pintaku, hingga kau dapatkan lelaki yang terbaik.

Biarkan aku melangkah, cinta. Bagikan

Terkadang cinta selalu punya jalan
yang berliku, ada suka dan duka.

Sepertinya lebih bersahabat dengan liku-liku.

Namun yang pasti, cinta itu selalu menjadi misteri
bagiku...

Mengenal dirimu adalah bahagia untukku,
biar menjadi kenangan yang indah.

Kini aku telah bersamanya, seseorang yang bersanding di
pundakku setiap detik.

Maka biarkanlah aku melangkah..cinta.

Jingga itu adalah dirimu

Biarkan mengalir seperti air, kalimat yang terukir tentang dirimu.

Bersenggama bersama cinta dan air mata.


Penyair yang tak berpengetahuan adalah aku.


Dan seorang wanita yang menggugah hatiku adalah kamu.


Pesonanya membuatku menoleh sejenak dan bersemayam di hati selamanya.



Jujur, saat ini batinku menangis.


Namun tertahan air mataku di jendela mata.


Senyumku yang gusar dari terpaan cinta, ketika sampai saat ini kau bersamaku.


Bahagia ini selalu berlebih, apapun itu sebuah hakikat.



Bagaimana sanggup aku menolak sebuah anugerah.


Dan mana mungkin aku meninggalkan sebuah jingga, apabila jingga itu adalah dirimu.


Kau datang dari tempat yang tak terduga.


Saat hati ini butuh cahaya.

Adalah tawa dan tangis

Cinta tak seperti aritmatika, terangkai dalam rumus yang baku.

Sebuah peletakan yang tak teratur, yang ada tercipta kacau di setiap helai perasaan.


Kesederhanaannya menggugah semesta dan mematahkan logika fisika, ketika jejak-jejaknya melangkah dengan tulus.


Yang membuat sang Arjuna mengalahkan Rahwana, disitu ada cinta yang kuat.


Yang membuat Gibran menari dalam goresan-goresan pena, melekukan bait-bait yang kokoh, hingga jiwa mengeluh dari hantaman makna.


Adakah arti yang lebih indah ataupun menyakitkan dari kata cinta?


Luasnya langit tak akan mampu memuatnya, tetapi satu sikap dapat mengartikannya.


Dalam tawa dan tangis.

Daun-daun pun gemetar

Daun-daun gemetar

Pada hembusan yang melembut


Memanggilku dengan sebutan sayang


Mengusap keningku dari pemikiran yang membuat penat


Sentuh mentari dengan teriknya hingga membeku


Hanya dia yang mampu menyajikan hal itu


Sebuah kisah yang indah dari ini


Mematahkan semua yang pasti dan syarat logika


Jika hati telah tersedia


Maka ranting-rantingnya akan menguat dan tak terpatahkan


Daun-daun yang gemetar


Karena cinta terlalu kuat untuk ditekuk

Aku pastikan, aku rindu..

Kala hujan tak mampu mendinginkan hatiku yang gusar

sungguh lantunan yang sulit ku terka dengan beberapa makna


Tentang satu hal saja, yang luar biasa dari jutaan kisah


Tuhan pertemukan aku dengan dia


Dalam cerita yang bertema tentang rasa syukur dan haru



Cukup aku tersenyum, namun bahagia ini tak bertepi


Setelah disadari, tak sepantasnya aku berpaling dari takdir



Kenyamanan hati tak tergantikan, namun ada gusar


Disaat senyumnya menyapaku, betapa aku ingin ke sana


Berjumpa dengan belaian yang mengelus nadiku serta ramah


Merona, di hamparan kedewasaan yang memikat


Segelas air putih yang syahdu, setiap kali aku datang


Biar jadi perantara antara kasih dan sayang



Aku tak berkenan untuk menyanyi, dia menjaga wajahku


Dan aku tak henti bergurau, dia menyambutku dengan tawa



Aku pastikan, aku rindu...