Jika aku mengatakan "hidup tanpa cinta, seperti dahaga yang menyesakkan rongga-rongga dada" itu adalah benar.
Dan ketika aku mengatakan "cinta adalah mutlak bagian dari hidup" apakah itu salah?
Coba kau tanyakan pada Gibran dan Anwar, apakah cinta itu?
Merobek-robek benak mereka, dan sungguh tak ada jawaban yang mendasar, ketika telah bias menjadi guratan pena yang melantun, semampai, gemulai dan elok, tak terhingga sebuah perumpaan yang tepat untuk menjabarkan cinta.
Kupu-kupu yang indah namun tak berakal, dangkal, tak mampu menyadari betapa cantik dirinya saat menghinggapi bunga yang merekah.
Dan sepotong mangga yang dikupas kulitnya, disajikan dalam hiasan dunia, dari emas dan perak, tetap sama rasanya dengan yang disajikan dalam daun pisang yang beraroma ketulusan alam.
Pembuluh darahku mengalir dalam ritme, telah tersayat, menetes di atas kertas yang kusam dan tersusunlah sebuah persepsi yang bersimbiosis dalam kepasrahan.
Menuainya, ada kini tepat di sampingku.
Kalimat ini tak berarah, seperti diriku mengartikan cinta, biar semua orang berada dalam pendapatnya masing-masing, semua punya kehendak tentangnya.
Artikan sakit jika memang menyakitkan.
Artikan bahagia jika membuatmu tersenyum.
Menangis jika sedih ataupun senang, silakan kau ciptakan makna menurut hatimu.
Cinta, sebuah kebebasan, ada dalam aturan dan penyangkalan.
Dalam putih dan hitam.
Aku kini diam, tak berlanjut tentang ini, hanya selami dari hati dan rasakan di jiwa, pernah ku menangis dan tersenyum karenanya.
Rabu, Maret 03, 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar